Kamis, 30 April 2015

.

Pada suatu perkara, aku sangat ringkih.
Sudah lama sekali.
Menahun.
Kupikir itu gejala kekanak kanakan.
Tapi ternyata tidak, rasanya masih.
Sampai aku lima belas dan mengerti.

Pada suatu perkara, bahkan hatiku mencelos berulang-ulang.
pegal.
Padahal aku meyakinkan diriku, hal itu adalah sesuatu yang sangat biasa.
Tapi keping-keping hatiku mengabaikan.
Bukan, katanya.
Kemudian diriku rapuh dan membubuk.

Pada suatu perkara, lutuku goyah.
Aku menerka-nerka dengan seksama dan menegapkan lagi.
Hal apa? Yang mana?
Ini perihal yang biasa.

Pada suatu perkara,
di lima belasku yang hampir enam belas,
aku bertanya-tanya,
kenapa harus aku. Aku yang menanggung perkara tak berkesudahan.
Tidak dapat ditebak dan berkelanjutan.

Pada suatu perkara, yang mana kalau hanya tentang aku,
tentu kendali berlabuh pada hatiku.
Tapi tidak.
Bukan aku yang memegang kendali.
Ini bukan hanya menyangkut diriku.
Ada lagi.

Pada suatu perkara, aku menyanyi-nyanyi.
dengar nada hatiku tersedan.
hampir tumpah-tumpah
.



pic by google

0 komentar:

Posting Komentar

Ad Banner

Ad Banner
keles

About me

Laman ini,

Biar jadi rumah para gerutu.

Keluhku pada langit abu-abu.