Jumat, 03 Februari 2017

Jatim Tour Part 2



W lupa nambahin di Jatim Tour part 1, kalo malem-malemnya, w, sepupu-sepupu, bibi –yang w panggil Amah, mbah, ngumpul di teras. Kita mengobrol. Mengobrol kek orang dewasa aja ya, karena anak-anak udah pada tepar.

Bicara tentang masalah-masalah. Masa depan, rencana ingin tinggalnya mbah di Kediri. Masa lalu. Yes, Amah cerita masa lalunya, tentang sekolah, pertemuannya dengan Om Anto –suaminya sekarang, sampe harapan-harapan di masa mendatang.

Kita mendengarkan-tertawa-mendengarkan sambil santap nasi goreng yang ia juga buatkan. Pada sebuah baskom, kudapan porsi besar.

Sampe jam dua belas. Abis itu balik ke kamar masing-masing
____

Hari keempatnya w di Desa Pelem nan indah yang dikelilingi pohon tebu, tercetus agenda bahwa hari itu kita akan pergi ke Puncuk. Puncuk? Apaan tuh? It sounds like Pucuk and i imagined kebun teh.

Puncuk: Sejenis tempat wisata yang di dalemnya, katanya, bakal ada monyet-monyet liar beterbaran di jalan, sehingga kita, para wisatawan bisa dari dekat ngeliat ratusan nyemot-nyemot itu dan langsung ngasih makan.

Apa gak bahaya gitu? Ini kan monyet liar.

Tapi w nggak ambil pusing dan ikut aja ke sana. But unfortunately, di jalan, hujan deras membungkus desa dan mau nggak mau ya Puncuk dibatalin, karena monyetnya pun pasti pada masuk ke hutan, males ujan-ujanan. Iya, kan?

Hujan dari kaca mobil, di luar pepohon menyembunyikan monyet-monyet liar

Karena kondisi yang demikian, koordinator acara kami alias Abi nanya, gimana buat pergi aja ke sodara jauuuuh yang lainnya, yang rumahnya deket-deket situ juga?

Jadi sekitar lima belas menit, ya nggak lama, kendaraan kita berenti di depan rumah kecil yang asri, dengan rerintik hujan di genteng-genteng tanah liatnya.

Di dalamnya, empat orang yang belum pernah w liat samsek, mengaku masih saudara sama w.

Oke, terlalu banyak orang di dunia ini, yang nggak kita kenal, ternyata punya hubungan darah dengan kita.

Ya iyalah, kalau dihubung-hubungin sampe jauh juga, w sama u pasti sodaraan, iya kan?

Pokoknya selama hujan turun, para dewasa dan tetua mengobrol di ruang tamu rumahnya, berteman mie goreng dan teh manis. Kita yang muda-muda mendengarkan, kadang tertawa kalau ceritanya lucu, sambil tidak lupa, mencomot makanan.


Mbah yang ini hanya mendengarkan, kulupa siapa namanya, kedua matanya katarak :'


Mie goreng dan teh hangat, padanan yang pas untuk hujan dan perut yang laparnya sangat.

Obrolan orang dewasa ngebuat waktu berjalan singkat, sampe nggak berasa udah jam empat.
Waktunya pulang.

Karena kalau kami belum melengang, ketika maghrib tiba, jalanan udah gelap banget cz ga ada lampu jalan sama sekali. Tidak seperti di sini, Tidak seperti di kota-kota yang dapet perhatian intensif dari pemerintah.

Jadi begitulah, kita memutus obrolan dengan janji; kalau bertemu kembali, harus ngobrol lagi.

Gitulah.

Sampe rumah, acara tidur meniduri kasur langsung dimulai.
____

Hari baru dijelang!

Pas baru selesai solat subuh dengan adzan yang lebih cepet daripada di Serang, w yang masih beler -dan akan selalu begitu, diberitain kalo kegiatan hari itu adalah jalan-jalan. Ke…. Malang!

Uh, betapa senang.

Ya kita sesiap, sarapan, dan melakukan perjalanan.

Sekitar tiga jam lah ya, perjalanan Kediri-Malang, di jalan w tidur aja gitu bulak-balik.
Nyampe Malang kota, di persimpangan tetua nanya kita, "mau ke Jatim Park1 atau Jatim Park 2?"

W yang nggak tau tentang Malang dan binaria-nya nanya kan ya ke sepupu mana yang lebih seru. Dia kasih informasi, kalo Jatim Park 1 itu cuma kebun binatang, sedangkan Jatim Park 2 adalah wahana-wahana kek dufan.

Karena w mikirnya kebun binatang mah banyak ya dimana-mana, jadi w milih Jatim Park 2, gitu pula sama sodara-sodara.

Karena pada informasi tersebut, kita percaya.

Jadilah kemudi diarah ke kiri, kita menuju Jatim Park 2 yang katanya adalah wahana-wahana.

Tapi ketika sampai, ngenesnya, sepupu w salah informasi! Jatim Park 2-lah yang isinya kebon binatang, dan Jatim Park 1 yang wahana-wahana.

Terlihat raut wajah anak-anak kecewa, tapi ya gimana? Tiket masuk udah dibayar. Harganya juga nggak begitu terjangkaoo.

Akhirnya gapapa, kita semua masuk ke sana. Nyoba ngikhlasin Jatim Park 1 yang lepas dari genggaman. Ngeliat binatang-binatang dari seluruh benua. Daratan Australia sampai Afrika. Jatim Park bagus, euy. Dibanding Ragunan, Kebun Binatang Bandung, sama Taman Safari, suer, bagus ini.


Sebelum caw masuk, ndak sadar Idris ikutan


 Tikus raksasa

Anak-anak lelah tuh lanjalan di kebun binatang, jalurnya luaaaas, terus ngerasa nelangsa akhirnya, karena tetap ada penyesalan seandainya rute mengarah ke Jatim Park 1. Tapi ternyata, di ujung perjalanan menyusuri kebun binatang Batu Secret Zoonya Jatim Park, jalurnya bermuara juga ke sebuah tempat penuh wahana-wahana.

Iya man, Jatim Park 2 juga ada wahananya. Walaupun nggak selengkap Jatim Park 1 sih, tapi rumah hantu, gurita puter, bumper car, animal roaster, dll  cukuplah buat bikin seru. Hepi euy, udah lama nggak wewahanaan kek gini.

Apalagi rumah hantu. Gelap parah. W sama ketiga sepupu, yang sama-sama remaja, saling cengkrem baju satu sama laen. Terus kita yang bawa kamera buat moto-motoin monsternya disamperin mas-mas penjaga rumah hantu soalnya bawa kamera adalah hal yang dilarang.

Itu bakal ngurangin esensi ketakutan dari rumah hantu sendiri.

Jadi yaudah deh, mas, ini kameranya, titip dulu.

Sebelom masuk rumah hantu, hehepian heula


Tapi ini ada satu poto yang berhasil dijepret, sebelum si mas-mas beri peringatan. Faqih bersama sang genderuwo. Mantap.



Akhirnya rumah hantu berhasil dilalui dengan lengan baju yang lecek karena abis dicengkrem. 

Tentang tamasya ke tempat gini...

Jujur aja, terakhir w punya kesempatan itu waktu TK. Ke dufan, sebagai acara lanjalan perpisahan. Setelah itu nggak. Setelah itu, untuk waktu bertahun-tahun, w jadi anak rumahan.

Hmmmmm….

Sorenya hujan mengguyur, kita pulang menuju mobil dengan baju kuyup dan perasaan gembira. 

Berjingkat-jingkat. Ke parkiran. Kita pulang, man. 

Jatim Park menyenangkan.
________

Besoknya, Kertosono.

Jadi pada jaman dahulu kala… hmm nggak jaman dahulu kala juga sih. Sekian taun yang lalu ada orang yang buat waterpark di Kertosono, Jatim.

Udah.

Infonya itu doang.

Intinya sih kita ke Kertosono Waterpark untuk memenuhi keinginan bocil-bocil berenang. Mereka pengen berenang.

Gila enggak, semalem baru nyampe jam sebelas, dengan badan remuk (meski hati enggak), dan sekarang, kita menuju kolem renang, yang jaraknya sekitar satu jam dari Pelem.

Belum puas apa deade kemaren, naik ini itu? W agak capek, dan flu waktu itu, jadi cuma berenang sebentar, abis itu bilas.

Terus baca buku di bawah pohon sambil nungguin anak-anak selesai mandi.

pencitraan

Sedang anak-anak dengan citra bahwa tidak ada lelahnya,



Ternyata lama euy anak-anak selesainya, empat jam-an ada kali? :) Keriput keriput dah.

Setelah Waterpark Kertosono, lokasi selanjutnya adalah simpang lima Gumul. Jadi Gumul ini adalah iconnya Kediri yang bangunannya mirip sama Arch de Triomphe punya Prancis. 

Poto dibawah diambil dari google. Maap, waktu itu batere kamera udah drop.

Simpang Lima Gumul, Kediri


Arch de Triomphe, Prancis




Merlion di Bontang, Indonesia


Merlion tulen Singapura


Kurang apa coba? Di Indonesia banyak banget menara-menara mirip punya negara orang yang dibangun berdasarkan kepopuleran. Mau cari Eiffel? Ada juga. Indonesia punya segalanya.

Jadi nggak usah jauh-jauh. Mimpimu ke luar negeri untuk sekedar poto akan tergapai.

Back to the trip, w, seperti muda mudi lain dan wisatawan, yes, took a photo too there. Abis itu, ya, udah. Menara doang kok, nggak ada apa-apanya. Yang ada apa-apanya mah di sebelahnya, jajaran pedagang kaki lima yang kucinta.

Selanjutnya adalah Bioskop. Gw lupa nama bioskopnya apa, yang jelas, tiketnya murah. Cuma 25K di hari kerja dan 30K di hari-hari libur.

Sialan, kenapa 21 Cilegon bisa menggila gitu dengan 50Knya di hari libur?

Di sana, w nonton CTS movie. Terus yang lainnya nonton Hangout. W belum nonton dua-duanya, tapi menurut beberapa review kok Cek Toko Sebelah lebih menarik ya ketimbang Hangout. Aduh Radit, maafkan.

Gw gak mau spoiler, gw mau cerita lanjalan w, jadi gak akan bahas filmnya.

Lagian kalo mau review, udah banyak kok bertebaran di internet. 

Abis itu pulang, sempit-sempitan lagi di mobil, dan ya, istirahat seistirahat-istirahatnya begitu nyampe.
____

Hari ketujuh bukan sih sekarang?

Pokoknya hari ini, w bingung nih nulisnya hari ini apa hari itu. W lagi memposisikan w di hari tersebut, tapi harinya udah berlalu.

Yaudah, hari ini aja.

Biar lebih riil.

Hari ini kita mau ke Surabaya.

W udah pernah sih sebelumnya ke Surabaya, taon kemaren. Ke rumah sodara juga, ke mallnya, itutuh, beli buku sekuel Padang Bulan punya Andrea Hirata.

Tiga jam perjalanan Kediri-Surabaya dengan menempuh jalur biasa. W bingung nih di sana apa gak ada tol ya? Tiap pergi kok pake jalur regular aja padahal perjalanannya lumayan jauh.

Atau jangan-jangan ini trik Abi biar ongkosnya hemat? Jangan-jangan.

Di sana, kita ke rumah adiknya alm. Mbah uti. Sebuah rumah sederhana di Jambangan, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.

Para tetua bersua, saling menguntai cerita.

Kami dijamu soto ayam. Setelah itu, kubingung apa yang harus dilakukan.

Jadi akhirnya, w makan cemilan.

Hah.

Lagi sibuk-sibuknya ngemil, w dipanggil sepupu cilik. 

Katanya, w disuruh Amah ke lotengg.

W nurut aja kan ya, ternyata setelah kususuri tangga kayunya yang sama sekali tidak rapuh, terdapat surga di sana.

Puluhan bebuku yang selama ini selalu ketekuni perburuannya!


Gambar yang kuambil dari satu sisi, tingkat paling atas


Semua tulisan Pramoedya Ananta Toer, Serial Harry Potter, Andrea Hirata punya, Koleksi Tere Liye, dongeng-dongeng penuh selidiknya Sidney Sheldon, dan banyak lagi, berjajar rapi di sana.

Menggairahkan, bikin penasaran.

SEBANYAK INI KOLEKSINYA SIAPA?

Ternyata setelah kuselidiki, harta karun ini punyanya anak sang empunya rumah. Doi udah nggak tinggal di sana. Merantau ke luar pulau, jarang pulang.

W cuma narik buku-buku itu dari raknya satu persatu dan ngeliat sampulnya, baca sinopsisnya, nggak berani buka halamannya, TAKUT TERTARIK BACA

Bayangin aja, buku itu punya orang, nanti sore w pulang, tentu saja, nggak bisa pinjam!

Akhirnya buku yang lumayan tipis dan isinya sedikit, berupa cerita-cerita pendek, memberanikanku untuk ngebuka halaman pertamanya. Dan  begitu pula halaman-halaman selanjutnya.



Gw lupa siapa penulisnya, judulnya Si Parasit Lajang –seks, sketsa, dan cerita

W dan Si Parasit Lajang, ada yang jepret, ku tidak sadar.



Isi bukunya ringan, tapi juga berisi renungan, fontnya ukuran sedang, halamannya sedikit, sehingga dengan teknik membaca cepat biar w kaga menggantungkan isi cerita, bukunya bisa w cerna.

Dan belum waktunya pulang. Jadi w merebah diri di teras kayunya yang sebelahan sama asbes rumah, betapa sebuah ruang terbuka yang sangat menyegarkan. Tapi meskipun segar, angin sepoi tetap berhasil membuatku lelap.

Nggak tau berapa lama w tidur, akhirnya w kebangun, dan itu udah sore sekali. W rada panik dikit, takutnya keluarga udah balik, dan w ditinggal.

Etapi nggak. Mereka masih pada mandi. Bersihin diri sebelum balik ke Kediri.

Alhamdulillah, w kagak dilupain.

Di perjalanan pulang, kita mempir ke Barokah, rumah makan. W cuma mesen soda gembira, nggak mau makan, soale masih kenyang.

Etapi bor, pas pesenan w nyampe, gelasnya......

.....segede gaban.
______

Abis pulang dari Surabaya, kami mutusin buat nggak pergi kemana-mana lagi. Hari kedelapan itu. Besoknya kita udah mau caw ke Banten, jadi hari itu mau siap-siap balik aja. Rapihin baju dan barang-barang, takut ada yang tertinggal.

W seperti yang lain, beresin rangbarang.

Buku-buku bacaan yang berserakan, pensil, sketchbook, berharap gak ada satupun yang luput dari penglihatan.

Ya hari itu sibuk gitu aja, siangnya w isi pake kegiatan menggambar still life. W duduk di balkon lt. 3, ngefokusin mata ngeliat apa-apa yang dibawah; jalan, jembatan, sawah, pepohon, w coba ngegoresin apa yang w tangkep langsung ke buku gambar depan mata. Believe me, using this method is easier than imagining the things!

Sekalian latihan gambar juga. Rencananya bentar lagi ujian keterampilan. Tentang berhasilnya aku nanti, kuminta doakan.

Malemnya, w diminta nemenin Idris, anaknya Abi, sepupu w yang paling sulung, umurnya 18 lah, untuk pergi ke rumahnya aslinya, buat benerin ganti ban mobil yang bocor pake ban serep. W mau aja, kan lagi gak ada kerjaan, e tapi lama bor. Sampe jam sepuluhan, kan w bosen ya. Ngantuk pula, takut ketiduran.

Akhirnya w bawa motor sendiri, pulang duluan, melewati Kampung Inggris.

Dengan laju yang sengaja dipelanin, w ngerasain lagi suasana belajar di sini taun lalu, orang-orang, musik, kafe, tampat makan, sepeda, semuanya.

Dan w memutuskan berenti. Di salah satu tempat makan demi kembali ngerasain euforia ini, lagian kan w belum makan.

Sederhana menu malem itu, w pesen nasi goreng sama es teh manis. Jam sepuluh malam, nikmatin kesendirian, dan yang terpenting; makan. Ha!

Itu juga sebagai perpisahan karena ini malem w terakhir di Kediri, besok siang udah caw. Belum tentu kan setiap taun w memijaki daratan Jatim.

Nyampe rumah, ternyata orang-orang belum pada tidur. Lagi nunggu di teras. Katanya, mereka nungguin kita-kita pada pulang. Terhura. Padahal yang pulang malem itu w doang.

Terus Amah nanya ke gw, “Udah makan belum, Tik?”

Karena w gak enak kalo bilang w udah makan di jalan, kesannya makan sendiri, w bilang aja belum.
Terus w disuruh masak mie, dan makan lagi, HAHAHA.
______

Jam sepuluh, kita udah angkut-angkut barang ke mobil, dan langsung caw abis itu.

Nyampe stasiun sekitar jam dua belas lah, setelah sebelumnya kita makan bakso dulu. Bakso Kediri. Bakso dengan ukurannya yang membuatku iri; mengapa di Serang tidak sebesar ini?

Tertera di karcis, kereta tiba pukul satu.

Kita menunggu. Kereta tiba, dan ya, waktunya berlalu.

Sampai bertemu lagi, Kediri!

Dalam perjalanan pulang di kereta, dimana ku duduk terpisah dari rombongan karena nomor tiketnya beda, ada puisi yang tidak sengaja kutulis sendiri;

Perjalanan dengan kereta membuatku merasa
Menyambangi banyak sekali kota
Solo, Tegal, Semarang, orang-orang
Sebuah kota tidak lepas dari orang-orang, bukan?
Semuanya terlewati saat tujuanku adalah stasiun akhir, Kediri.

Kereta melintasi segala jenis lapis tanah
Pasir, jembatan, sawah, hutan, rumah-rumah
Semuanya memberikanku
Warna kabut yang berbeda di jendela

Membuatku merasa lapang
Melewati sawah kuning sejauh mata memandang
Dan tetap jua merasa lapang,
Melintasi deretan rumah sesak sebuah kota, karena mendapati di sana;
Sekumpul bocah menyela ruang untuk main layang-layang

Kereta dan jendelanya,
Oh ya ampun, aku suka!

Kereta Kediri-Jakarta, 2017

Yep.

Produktif sekali ya bulak balik naik kereta ada puisi? Bohong, Ini pencitraan. Segala tentangku pencitraan ketika w belum jadi siapa-siapa.

Lagian menulisnya w bukan dalam rangka memproduksi, tapi ya, sesederhana mencurahkan endapan dalam hati.

Dah ah,

Pokoknya kereta berentinya di tempat yang sama waktu kita naik. Pasar Senen, Jakarta. Lagi-lagi karena; tiket yang lebih murah.

Perjalanan yang terjangkau memang harus diperjuangkan, kan?

Dari Senen, kita menyewa sebuah elf. W diturunin di depan komplek, dari jendela w liat ibu dengan motornya, berdiri di tengah subuh.

Benar, akhirnya w kembali.

Pada Kota Serang ini.

Serang dan alun-alun barat serta timurnya. Serang dengan ketiadaannya akan bioskop. Serang dengan Royal, Pocis, Pasar Rau, dan lain-lainnya; hal-hal yang sederhana.

Tapi bagaimanapun, kota sendiri adalah rumah, yang selalu akan dicinta.

Februari 2017





0 komentar:

Posting Komentar

Ad Banner

Ad Banner
keles

About me

Laman ini,

Biar jadi rumah para gerutu.

Keluhku pada langit abu-abu.