How are
ya fellas?!
Pertamanya
w nggak ada niatan samsek nih ngambil 9 hari waktu sekolah buat liburan dan
bersenang-senang.
Walau
sebenernya w udah tau sih bakal ada acara jalan-jalan keluarga merak buat ke
Kediri, ke rumah om yang di sana. But unfortunately when I asked mom how about
joining this, she doubted it, and okay, dengan terpaksa w sesiap sekolah.
Tapi di
tanggal sekian menjelang hari sekolah pada tanggal 9, nggak tau didasarin hal
apa, nyokap nanya lagi, “Tik, mau nih ikut ke Kedirinya?”
“MAU!”
Seru w, bahkan tanpa nanya lagi kenapa tetiba ibu nanya gitu.
“Yaudah
siapin kartu keluarga buat tiket kereta, nanti ibu kirimin ke sana.”
I was
really glad!
Buat yang
bertanya-tanya kenapa w nekad ambil 9 hari waktu sekolah buat liburan, w
bisik-bisik aja di sini yes,
…..w mau balas dendam.
Balas
dendam atas liburan tiga minggu w di Desember yang nggak kemana-mana. Di rumah
dan menunggu tua.
Jadi pas
ditanya mau atau engga, YAIYALAH W MAU, gausah memanjangkan pikiran lagi.
Tapi sebelum
keberangkatan, w masuk sekola dulu dua hari, senin dan selasa, bertemu
teman-teman yang keliatannya lebih tua…. tiga minggu. He he.
Lepas
urusan sekolah, w nyiapin barang-barang. Bawa ransel dan tas baju. Ranselnya w
isi barang-barang primer kayak buku bacaan, papan jalan & sketchbook,
tempat pensil, alat-alat mandi, dan… makanan, tentunya.
Rabu
sorenya, w cabut ke merak buat bertemu rombongan, naik bus kota kali deres yang
lewat tol merak. I was enjoying it. Ya w selalu nikmatin waktu-waktu sendiri di
kendaraan. Termasuk nyanyi pengamen dan tawaran bungkus permen jahe.
Bertemu Merak
squad dan packing lagi, paginya pukul sembilan (perasaan serba sembilan deh), setelah
bangun tidur mandi dan sikat gigi, kita beramai-ramai pergi ke stasiun buat
langsung menunggu kereta tiba.
Seperti
waktu yang diperkirakan, ular besi itu akhirnya datang jua, dan w dapat tempat
duduk di dekat jendela, senangnya.
Tapi
kereta yang w tumpangi ini ga langsung menuju Kediri, gaes. Transit dulu di
Pasar Senen, Jakarta, karena ya kita pesen tiket yang begitu. Ini adalah salah
satu trik biar tarif jalan lebih murah, caranya ya gitu, perjalanannya
dipotong-potong.
Ini
rahasia, ya. Cuma buat kita ae yang ingin jejalan tetapi minim budget.
Selama
menunggu kereta sampe jam empat sore, di Pasar Senen, w, bibi, sama salah satu
sepupu jalan-jalan dulu tuh di pasarnya, mau liat-liat buku bekas yang katanya
harganya sangat terjangkau.
W beli
satu, Gadis Pantai punyanya Pramoedya Ananta Tour, terus bibi w beli Ayah-nya
Buya Hamka, dan sepupu w beli komik-komik gocengan.
Singkat
cerita, pokoknya jam empat kereta tiba dan naek lagi. Setelah berjuang menembus
kerumunan orang-orang dan pak satpam, kita berhasil menunggu di stasiun tepat
sebelah rel. Dekat sekali. Jadi pas kereta bergegas melintas, w ngeliat bayangan
diri di jendela kereta, hingga terciptalah puisi yang pas dapet duduk, langsung
w tulis;
Aku melihat diriku di jendela kereta
Memanggul tas, hey isinya adalah beban
dunia
Kantong-kantong pikiran dan botol-botol
perasaan
Peluit dibunyikan
Aku, bersama orang-orang
Kami menuju selatan
Terserah mau dibawa kemana, hanya ingin
buang beban
Kami lelah, lelah, ingin pulang, pulang
Jendela kereta bicara
Apa saja, sekenanya
Tas yang membeban, sedikit-sedikit kami
lebur isinya di jalan
Jadilah kabut yang sekarang; ketika kamu
tempelkan perasaan,
Di jendela kereta yang suram,
Menemani perjalananmu, puan
Itulah kabutmu; beban-beban dunia
Kami tertawa kamu menikmatinya.
Gambar ni jendela kereta dari google yes, w belum megang kamera. Kameranya punya orang Kediri, gaes.
Ya
gitulah, tulisan sarkas untuk w yang ngenes. Nikmatin kabut dan panorama di
balik jendela, sambil berkata-kata. Seolah dunia ngedengerin pas w bisik-bisik dan
berdoa.
Lanjut,
pokoknya setelah lima belas jam, akhirnya kita nyampe di Stasiun Kediri jam
tujuh pagi, di sana, om w, kakaknya dari ibu w yang w panggil Abi –karena
anak-anaknya manggil gitu, udah stay di parkiran. Kita langsung dibawa caw ke
alun-alun pare dan sarapan bubur yang rasanya…. enak bgt tapi sayang aja
porsinya tidak memuaskan hef.
Stasiun kediri. Source by google soalnya sekali lagi, w pas itu belum megang kamera;
Abis itu,
karena capek dan ngantuk langsung ae dibawa ke penginepan. Villa empat lantai.
Depannya sungae. Itu punya Abi sendiri. Karena emang sih, beliao yang paling
makmur gt di keluarga, jadi bersukurlah, Alhamdulillah
Tempat yang Abi pinjamkan untuk kami mencicipi malam di Pelemm, ini baru w yang jepret.
W milih
kamar di lantai tiga, biar pemandangannya bisa dieksploitasi sejauh yang mataku
ingini. Sawah-sawah dan ladang tebu, cuz yes, posisi ni tempat bermalam ada di
desa. Desa Pelem, Pare, Kediri. Boleh deh cek di google earth.
Dua hari
setelahnya, setelah kemarennya puas istirahat dan belum ada agenda, hari itu,
hari keempat w ambil libur, kita bakal kedatangan tamu-tamu dari Surabaya.
Mereka adalah keluarga jauuuuuh w, yang bahkan belum pernah w liat batang
hidungnyeu.
Jadilah kita
semua masak besar. Seinget w, w dapet tugas bikin es kuwut, parut melon dan
meres jeruk nipis, serta ngupas buah naga dan semangka, ya w ngurusin
buah-buahan gitu sedang yang lain masak kudapan yang lebih perlu, haha
Tamu
datang, masakan siap, kita semua makan beramai-ramai. Sumpah hari itu hari
paling banyak makanan dan aku senang! Karena setelah tamu pulang, sedang
makanan sisa masih diam tak tersentuh tangan, w mutusin stay di sana dan…
makan. Yes, waktu orang-orang dengan angkuhnyeu kembali ke kamar masing-masing
wkwkwk
Sorenya,
waktu tidak ada kerjaan w duduk-duduk aja gitu di pinggir sungae, di atas
batu-batu. Ngeliatin anak-anak yang lagi berenang, main air, sodara-sodara w
juga. W gaada niatan mandi tuh cz baju minim dan belum tau ini pakean bakal
dicuci di mana.
Tapi di
menit-menit selanjutnya tuh anak-anak mulai ngeselin dan nyipakin aer ke w,
secara kan w kzl ya, akhirnya w kabur ke dalem, but one of my cousin asked me
to join, I couldn’t refuse, so yeah, guys, I joined. And…. I didn’t regret it!
Waktu anak-anak doang yang kecipakan dan w yang megang kamera
Waktu anak-anak doang yang kecipakan dan w yang megang kamera
Seru euy.
Berenang-renang di sungae yang ke sana-sana airnya lumayan tenang, di bawah
gemerisik pohon bambu. Di dalam gemericik air sungai. Suara-suara itu menyatu.
Suara-suara itu menenangkanku.
Serta
percakapan ringan bersama para sepupu yang mungkin hanya sekian tahun sekali
kita melakukan temu.
Sedang
asyik-asyiknya menikmati suasana, sayup-sayup terdengar suara mamang Pentol
(makanan hasil perkawinan antara bakso dan siomay) khas Jatim dari atas.
(Sungainya lebih rendah tiga meter lah dari tanah).
“Mang
beliiii…” we shouted.
Mungkin
si mamang calingukeun nyari di mana ieu teh budak-budak. Lah w ngomong basa
sunda deui, harusnya kan jawa yes, biar mendukung suasana. Tapi gabisa :(
Lanjut, akhirnya
si mamang tau dari mana sumber suara. Tapi mukanya ga keliatan. Dia ngomong
apatuh y, pokonya pake bahasa jawa kira-kira begini lah,
“Terus
gimana nih pentol sama uangnya?”
“lempar
aja mang bungkus pentolnya, nanti uangnya dilempar juga.”
Tapi
satu-satunya uang yang kita punya adalah uang kertas lima rebuan, jadi mamang
tadi dengan rendah hati melemparkan sebungkus pentol berbumbu kacang ini dengan
indah di aliran air sungai yang tenang. Kami yang kelaparan habis
mandi-mandian, menangkapnya dengan… menawan.
Halah
apasih.
Terus si
mamang bilang gini, “Udah itumah bonus aja buat kalian, saya udah laku banyak
hari ini.”
Ya
Allah…. Diberkatilah si mamang.
Betapa
dermawannya sang mamang pentol yang bahkan tidak terlihat rupanya!
Pokoknya
sore itu berlalu dengan damai di sungai pada sebuah desa yang ditanami padi,
tebu, dan pohon bambu.
Kita
bilas jam enam menjelang maghrib, setelah itu makan indomie bawang, pakai
cengek, pakai gerimis.
Ya, Desa
Pelem, Pare, Kediri ini selalu dibungkus gerimis sampai hujan di sore hari.
Itu baru
hari keempat. Tapi ku sudah mengantuk. Jam sepuluh tanggal 22 sekarang. Tulisan
ini belum kemana-mana. Bukan Jatim Tour dong namanya. Kegiatan selanjutnya
untuk hari-hari yang tak akan dilupa, on Jatim Tour Part2, ok!
Januari 2017
0 komentar:
Posting Komentar