Senin, 26 Desember 2016

Pesta Kunang-Kunang





Tujuh belas tahunku hari ini.

Terlambat untuk anak-anak di kelasku
.
Tapi peduli apa terlambat karena dalam kegiatan sehari-hari kita sebaya dan bisa bertukar pendapat. He he he.

Sepi-sepi saja hari ini –seperti biasanya memang begini.

Aku di kamarku, duduk bersila di hadapan sebuah meja, di tembok sebelah kiri menyela gemuruh kipas angin, dan di sebelah kanan ada sebuah jendela dengan anginnya yang lembut.
Aku tidak akan masuk angin.

Tidak ada yang meriah hari ini, seperti biasa. Terakhir kali ulang tahunku meninggalkan kesan mm sekitar lima tahun yang lalu.

Ulang tahunku yang kedua belas.

Karena waktu itu aku terjerat dalam squad yang menyenangkan. Sehingga pada bulan Januari, meski sudah sebulan sejak ulang tahunku –karena kita baru masuk sekolah, mereka tetap melemparku dengan sebuah boks kecil.

Aku tidak pernah tahu menahu bahwa berteman rasanya menakjubkan, jadi aku senang. Sangat senang! Hadiahku, hadiah kita semua karena kita semua gembira!
Tapi orang-orang selalu memiliki masanya. Waktu, perpindahan, semua faktor yang membentuk alasan. Mengapa orang-orang selalu pergi dan tidak bertahan lamanya. Sama seperti berteman, selalu banyak hal yang menjadi penyebab mengapa tidak lagi bersama. Mengapa runtuh, mengapa putus jaring-jaringnya.

Ah, hari ini, 26 Desember lima tahun setelah itu.

Aku tengah mendengar lagu sambil berusaha mengingat-ingat hal yang berlalu. Igauan masa kanak-kanak dan tawa-tangis-riuh yang menggema kala itu. Lari-larianku, amarahku, duh aku rindu. Sudah tujuh belas aku, dan semakin jalannya waktu, makin menggebu-gebu; rindu itu.

Dan sekarang aku ingin bilang, semalam aku mengadakan pesta kunang-kunang!

Yang benar?

Ha ha ha. Tidak benar-benar kunang-kunang karena sama sekali tidak ada serangga terang itu semalam. Seumur hidup, bahkan, aku tidak pernah bertemu kunang-kunang. Dimana bisa mendapatkannya sebenarnya? Kalau kamu tahu, hubungi aku, aku ingin bertemu, he he he.
Kusebut pesta kunang-kunang karena aku mendengarkan lagu Fireflies milik Owl City. Dengan earphone, disetel volume paling keras, berjoget ria. Iramanya mengetuk-ngetuk gendang telingaku semalaman suntuk.

Untuk perayaan hariku. Untuk memeriahkan hatiku.
Sialan, kenapa bahasanya begitu menggairahkan dengan menyebutnya pesta kunang-kunang?
Ha ha ha, tapi dengan begitu, kuberi tahu, aku berusaha menghargai waktu. Menghargai diriku. Melakukan apa yang layak dikerahkan untuk diriku ketika sendirian. Ketika doa-doa dan harapan hanya aku yang tahu. Hal-hal serahasia macam itu.

Tapi mengapa dengan lagu?

Kita sebut saja itu sebagai pengiring untuk doa-doa yang syahdu.

Loh… kok bicaraku mirip protestanian ya? Maafkeun.

Seperti yang sudah dibahas tadi, sepi-sepi saja hari ini. Aku tidak menerima pesan selamat lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Aku tidak menggelar acara. Aku hanya memanjat doa.
Tapi ini memang bukan tentang perayaan. Ulang tahun adalah pengukur usia. Sebagai tolak ukur pendewasaan diri. Sebagai pecut bagi diri kita untuk lebih baik lagi. Sebagai pengingat atas hidup yang umurnya berkurang setiap hari.

Kalimat di atas uh… membuatku malu.

Karena sebenarnya aku tidak cukup bijak dalam menjalani hidup. Sifat-sifat buruk selama ini menyesakkan kepala dan hatiku. Amarah, emosi, air mata, bisa mudah masuk ke sana. Membabi buta hari-hariku.

Dan ini… Ini adalah saatnya, kukira.

Waktu yang kurasa tepat mengubah diriku.

Untuk lebih baik lagi. Bukan lebih baik dari orang lain. Tapi cukup lebih baik dari diriku yang kemarin.
Habis ini, kan segera kudaftarkan diri ke kelurahan untuk kartu tanda penduduk. Daftar juga untuk untuk tes dan menerima surat izin mengemudi.

Aku ingin bertanggung jawab atas, daging, belulang, dan debur perasaan yang membentuk utuh diriku. Sepenuh-penuhnya. Semampu-mampuku.

Salam, dariku, tujuh belas yang tengah menenun waktu.
Dua puluh enam desemberku, semoga kita sentosa selalu.



0 komentar:

Posting Komentar

Ad Banner

Ad Banner
keles

About me

Laman ini,

Biar jadi rumah para gerutu.

Keluhku pada langit abu-abu.