Tujuh
belas tahunku hari ini.
Terlambat
untuk anak-anak di kelasku
.
Tapi
peduli apa terlambat karena dalam kegiatan sehari-hari kita sebaya dan bisa bertukar pendapat. He he he.
Sepi-sepi
saja hari ini –seperti biasanya memang begini.
Aku di
kamarku, duduk bersila di hadapan sebuah meja, di tembok sebelah kiri menyela gemuruh
kipas angin, dan di sebelah kanan ada sebuah jendela dengan anginnya yang
lembut.
Aku tidak
akan masuk angin.
Tidak ada
yang meriah hari ini, seperti biasa. Terakhir kali ulang tahunku meninggalkan
kesan mm sekitar lima tahun yang lalu.
Ulang
tahunku yang kedua belas.
Karena
waktu itu aku terjerat dalam squad
yang menyenangkan. Sehingga pada bulan Januari, meski sudah sebulan sejak ulang
tahunku –karena kita baru masuk sekolah, mereka tetap melemparku dengan sebuah
boks kecil.
Aku tidak
pernah tahu menahu bahwa berteman rasanya menakjubkan, jadi aku senang. Sangat
senang! Hadiahku, hadiah kita semua karena kita semua gembira!
Tapi
orang-orang selalu memiliki masanya. Waktu, perpindahan, semua faktor yang membentuk
alasan. Mengapa orang-orang selalu pergi dan tidak bertahan lamanya. Sama
seperti berteman, selalu banyak hal yang menjadi penyebab mengapa tidak lagi
bersama. Mengapa runtuh, mengapa putus jaring-jaringnya.
Ah, hari
ini, 26 Desember lima tahun setelah itu.
Aku
tengah mendengar lagu sambil berusaha mengingat-ingat hal yang berlalu. Igauan
masa kanak-kanak dan tawa-tangis-riuh yang menggema kala itu. Lari-larianku,
amarahku, duh aku rindu. Sudah tujuh belas aku, dan semakin jalannya waktu, makin
menggebu-gebu; rindu itu.
Dan
sekarang aku ingin bilang, semalam aku mengadakan pesta kunang-kunang!
Yang benar?
Ha ha ha.
Tidak benar-benar kunang-kunang karena sama sekali tidak ada serangga terang
itu semalam. Seumur hidup, bahkan, aku tidak pernah bertemu kunang-kunang.
Dimana bisa mendapatkannya sebenarnya? Kalau kamu tahu, hubungi aku, aku ingin
bertemu, he he he.
Kusebut
pesta kunang-kunang karena aku mendengarkan lagu Fireflies milik Owl City.
Dengan earphone, disetel volume paling keras, berjoget ria. Iramanya
mengetuk-ngetuk gendang telingaku semalaman suntuk.
Untuk
perayaan hariku. Untuk memeriahkan hatiku.
Sialan,
kenapa bahasanya begitu menggairahkan dengan menyebutnya pesta kunang-kunang?
Ha ha ha,
tapi dengan begitu, kuberi tahu, aku berusaha menghargai waktu. Menghargai
diriku. Melakukan apa yang layak dikerahkan untuk diriku ketika sendirian.
Ketika doa-doa dan harapan hanya aku yang tahu. Hal-hal serahasia macam itu.
Tapi
mengapa dengan lagu?
Kita
sebut saja itu sebagai pengiring untuk doa-doa yang syahdu.
Loh… kok
bicaraku mirip protestanian ya? Maafkeun.
Seperti
yang sudah dibahas tadi, sepi-sepi saja hari ini. Aku tidak menerima pesan selamat
lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Aku tidak menggelar acara. Aku hanya
memanjat doa.
Tapi ini
memang bukan tentang perayaan. Ulang tahun adalah pengukur usia. Sebagai tolak
ukur pendewasaan diri. Sebagai pecut bagi diri kita untuk lebih baik lagi.
Sebagai pengingat atas hidup yang umurnya berkurang setiap hari.
Kalimat
di atas uh… membuatku malu.
Karena
sebenarnya aku tidak cukup bijak dalam menjalani hidup. Sifat-sifat buruk
selama ini menyesakkan kepala dan hatiku. Amarah, emosi, air mata, bisa mudah
masuk ke sana. Membabi buta hari-hariku.
Dan ini…
Ini adalah saatnya, kukira.
Waktu
yang kurasa tepat mengubah diriku.
Untuk
lebih baik lagi. Bukan lebih baik dari orang lain. Tapi cukup lebih baik dari
diriku yang kemarin.
Habis
ini, kan segera kudaftarkan diri ke kelurahan untuk kartu tanda penduduk.
Daftar juga untuk untuk tes dan menerima surat izin mengemudi.
Aku ingin
bertanggung jawab atas, daging, belulang, dan debur perasaan yang membentuk
utuh diriku. Sepenuh-penuhnya. Semampu-mampuku.
Salam,
dariku, tujuh belas yang tengah menenun waktu.
Dua puluh
enam desemberku, semoga kita sentosa selalu.
0 komentar:
Posting Komentar